Cari

Sabtu, 22 Oktober 2011

'Ulumul Hadits


HADIS MAQLUB

Makalah ini Disusun Guna Melengkapi tugas ‘Ulumul Hadits
Yang Diampu Oleh:Bpk Ashar Kholil,Lc.MA.Ph.D.






Disusun Oleh:

Suharifin







FAKULTAS ILMU TARBIAH DAN KEGURUAN (FITK)
UNIVERSITAS SAINS AL-QURAN (UNSIQ) JAWA TENGAH
DI WONOSOBO
2010




PENDAHULUAN

Telah kita ketahui bahwasanya hadis terbagi menjadi bermacam-macam, salah satunya adalah Hadis Dho’if di mana pembagiannya banyak juga, diantaranya yaitu Hadits Maqlub, hadits maqlub adalah “mengganti salah satu kata dari kata-kata yang terdapat pada sanad atau matan sebuah hadits, dengan cara mendahulukan kata yang seharusnya diakhirkan, mengakhirkan kata yang seharusnya didahulukan, atau dengan cara yang semisalnya.


PEMBAHASAN


1.     Definisi
Menurut bahasa, kata “maqlub” adalah  isim  maf’ul dari kata qalb yang berarti membalikkan sesuatu dari bentuk yang semestinya.
Menurut istilah,
وَنَحْوِهِ أَوْتأْخِيْرِ بِتَقْدِيْمِ أَوْمَتْنِهِ سَنَدِالْحَدِيْثِ فِي بِأَخَرِ لفْظِ اِبْدَالُ
hadits maqlub adalah “mengganti salah satu kata dari kata-kata yang terdapat pada sanad atau matan sebuah hadits, dengan cara mendahulukan kata yang seharusnya diakhirkan, mengakhirkan kata yang seharusnya didahulukan, atau dengan cara yang semisalnya.

2.     Bagian-Bagiannya
Hadits maqlub terbagi menjadi dua bagian : maqlub sanad dan maqlub matan.
a.      Maqlub Sanad
Maqlub sanad adalah hadits maqlub yang penggantiannya terjadi pada sanadnya. Maqlub sanad ini mempunyai dua bentuk :
a)      seorang perawi mendahulukan dan mengakhirkan satu nama dari nama-nama para perawi dan nama ayahnya. Misalnya sebuah hadits yang diriwayatkan dari Ka’ab bin Murrah, namun seorang perawi meriwayatkan hadits tersebut dengan mengatakan : “Murrah bin Ka’ab”.
b)      Seorang perawi mengganti salah satu nama dari nama-nama perawi sebuah hadits dengan nama lain, dengan tujuan supaya nama perawi tersebut tidak dikenal. Seperti hadits yang sudah terkenal diriwayatkan dari Salim, namun seorang perawi mengganti namanya dengan nama Nafi’.

Contoh:“

حَدَّثَنِيْ زُهَيْرُ بْنُ حَرْبٍ وَ مُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى جَمِيْعًا عَنْ يَحْيَى الْقَطَّانِ قَالَ زُهَيْرٌ حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ سَعِيْدٍ عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ أَخْبَرَنِيْ خُبَيْبُ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَنْ حَفْصِ بْنِ عَاصِمٍ عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ قَالَ سَبْعَةٌ يُظِلُّهُمْ اللَّهُ فِي ظِلِّهِ يَوْمَ لاَ ظِلَّ إِلاَّ ظِلُّهُ الإِمَامُ الْعَادِلُ وَ شَابٌّ نَشَأَ بِعِبَادَةِ اللَّهِ وَ رَجُلٌ قَلْبُهُ مُعَلَّقٌ فِي الْمَسَاجِدِ وَ رَجُلاَنِ تَحَابَّا فِي اللَّهِ اجْتَمَعَا عَلَيْهِ وَ تَفَرَّقَا عَلَيْهِ وَ رَجُلٌ دَعَتْهُ امْرَأَةٌ ذَاتُ مَنْصِبٍ وَ جَمَالٍ فَقَالَ إِنِّيْ أَخَافُ اللَّهَ وَ رَجُلٌ تَصَدَّقَ بِصَدَقَةٍ فَأَخْفَاهَا حَتَّى لاَ تَعْلَمَ يَمِيْنُهُ مَا تُنْفِقُ شِمَالُهُ وَ رَجُلٌ ذَكَرَ اللَّهَ خَالِيًا فَفَاضَتْ عَيْنَاهُ

“Zuhair bin Harb dan Muhammad bin Al-Mutsanna dengan bersama-sama telah bercerita kepadaku, dari Yahya bin Al-Qoththon, Zuhair berkata : Yahya bin Sa’id telah bercerita kepada kami, dari ‘Ubaidillah : Khubaib bin ‘Abdir-Rohman telah memberitakan kepadaku, dari Hafsh bin ‘Ashim dari Abu Huroiroh, dari Nabi saw : “Ada tujuh golongan yang Alloh naungi dalam naungan-Nya pada hari tidak ada naungan kecuali naungan Nya, yaitu : Pemimpin yang adil, pemuda yang tumbuh dengan beribadah kepada Alloh, laki-laki yang hatinya bergantung di masjid, dua orang yang saling mencintai karena Alloh berkumpul karena Alloh dan berpisah karena Alloh, seorang laki-laki yang diajak berbuat zina oleh seorang wanita yang cantik lagi memiliki kedudukan kemudian dia berkata : “Aku taku kepada Alloh”, orang yang bershodaqoh dengan shodaqoh yang dia sembunyikan hingga tangan kanannya tidak mengetahui yang dishodaqohkan oleh tangan kirinya, dan seorang yang mengingat Alloh ketika sepi hingga air matanya bercucuran.” ( HR. Muslim ).

Hadits ini terbalik, dalam riwayat perowi tsiqoh yang lainnya seperti Malik, Ahmad, Al-Bukhori, At-Tirmidzi, An-Nasai dan lain-lainny disebutkan “hingga tangan kirinya tidak mengetahui apa yang disedekahkan oleh tangan kanannya”. Sehingga hadits Muslim ini Maqlub.

Sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Hammad bin ‘Amr An-Nashibi (seorang pendusta), dari Al-A’masy, dari Abu Shalih, dari Abu Hurairah radliyallaahu ‘anhu secara marfu’ :
”Jika kalian bertemu dengan orang-orang musyrik di suatu jalan, maka janganlah kalian memulai mengucapkan salam kepada mereka”.
Hadits ini adalah hadits yang maqlub, karena Hammad membaliknya, dimana dia menjadikan hadits ini diriwayatkan dari Al-A’masy. Padahal sudah diketahui bersama bahwa hadits ini diriwayatkan dari Suhail bin Shalih, dari ayahnya, dari Abu Hurairah radliyallaahu ‘anhu. Seperti inilah Imam Muslimmeriwayatkannya dalam kitabnya. Beliau meriwayatkannya dari Syu’bah, Ats-Tsauri, Jarir bin Abdul-Hamid, dan Abdul-‘Aziz Ad-Daruwardi; kesemuanya dari Suhail.
Pelaku perbuatan ini jika melakukannya dengan sengaja, maka ia dijuluki “pencuri hadits”. Perbuatan ini terkadang dilakukan oleh perawi yang terpercaya karena keliru, bukan karena kesengajaan sebagaimana yang dilakukan oleh perawi pendusta.
b.      Maqlub Matan
Maqlub matan adalah hadits maqlub yang penggantiannya terjadi pada matannya. Maqlub matan ini mempunyai dua bentuk :
a)      Seorang perawi mendahulukan sebagian matan yang seharusnya diakhirkan dari sebuah hadits dan mengakhirkan sebagian matan yang seharusnya didahulukan.
Contoh :
Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dari shahabat Abu Hurairah radliyallaahu ‘anhu. Yaitu hadits tentang tujuh golongan yang dinaungi Allah dalam naungan-Nya, dimana hari itu tidak ada naungan selain naungan-Nya. Di dalamnya disebutkan salah satu dari ketujuh golongan tersebut :

شِمَالُهُ تنْفِقُ مَا يَمِيْنُهُ لاَتَعْلَمَ حَتَّى فَأَخْفَاهَا بِصَدَقَةِ تَصَدَّقَ وَرَجُلُ

”dan seorang laki-laki yang bersedekah kemudian ia menyembunyikan sedekahnya sehingga tangan kanannya tidak mengetahui apa yang disedekahkan oleh tangan kirinya”. Ini adalah
salah satu riwayat yang terbalik yang dilakukan oleh seorang perawi.
Sedangkan riwayat yang benar adalah :
يَمِيْنُهُ تنْفِقُ مَا شِمَالُهُ لاَتَعْلَمَ حَتَّى

 ”Sehingga tangan kirinya tidak mengetahui apa yang disedekahkan oleh tangan kanannya”.
Seperti inilah hadits tersebut diriwayatkan oleh Imam Malik dalam Kitab Al-Muwaththa’-nya, Imam Bukhari dalam Kitab Shahih-nya, dan para ahli hadits lain. Itulah contoh dari bagian pertama, dimana ada keterbalikan dalam matannya karena sudah menjadi suatu yang maklum bahwa bersedekah itu dilakukan dengan tangan kanan.[1]
b)      Seorang perawi menyambung sebuah matan hadits dengan sanad hadits lain dan menyambungkan sebuah sanad hadits dengan matan hadits lain. Penggantian ini dilakukan dalam rangka menguji sebagian ulama hadits, supaya bisa diketahui sampai dimana tingkat kekuatan hafalannya sebagaimana yang dilakukan oleh ulama’ Baghdad terhadap Imam Muhammad bin Isma’il Al-Bukhari ketika datang menemui mereka.
Al-Khathib Al-Baghdadi meriwayatkan bahwa para ulama Baghdad berkumpul dan bersepakat untuk membolak-bailkkan matan dan sanad seratus hadits, dimana mereka menyambungkan matan dengan sanad lain dan menyambungkan sanad dengan matan lain. Kemudian mereka memberikan hadits-hadits yang mereka balik matan dan sanadnya kepada Imam Bukhari dan menanyakan kepadanya. Maka satu per satu beliau mampu mengembalikan matan ke sanadnya dan mengembalikan sanad ke matannya tanpa melakukan kesalahan sedikitpun.

3.     Hukum Hadis Maqlub
Hadis Maqlub ini hukumnya adalah Dha’if dan karenanya tertolak serta tidak dapat dijadikan dalil dalam beramal dan untuk merumuskan suatu hukum.Adapun pelakunya apabila dia melakukan dengan sengaja ,maka hukumnya haram dan pebuatannya itu sama dengan pembuat hadits Maudhu’ (palsu).Namun apabila dilakukan karena kelalaiannya,maka riwayatnya tidak diterima dan jadilah dia seorang perawai yang cacat.

4.     Kitab-Kitab yang Memuatnya
Al-Khathib Al-baghdadi menulis sebuah buku yang beliau namai dengan Raf’ul-Irtiyab fil-Maqlub minal-Asmaa’ wal-Ansaab.

KESIMPULAN

Hadits maqlub termasuk salah satu dari jenis-jenis hadits yang dla’if. Akan tetapi hukumnya berubah-ubah menurut sebab terjadinya pembalikan (qalb).
ü  Jika pembalikan pada matan dan sanad hadits dilakukan bertujuan agar sanad atau matannya tidak diketahui, maka perbuatan ini tidak diperbolehkan karena perbuatan tersebut sama dengan merubah hadits. Sedangkan merubah hadits adalah perbuatan para perawi pendusta.
ü  Jika dilakukan untuk menguji yang betujuan untuk mengecek tingkat kekuatan hafalan dan kelayakan seorang menjadi ahli hadits, maka hal ini diperbolehkan. Kebolehan melakukan pembalikan ini harus memenuhi syarat. Yaitu seorang perawi yang melakukan pembalikan harus menjelaskan matan dan sanad tersebut sebelum ia meninggalkan tempat.




DAFTAR PUSTAKA

Yuslem Nawir,DR.,MA.Ulumul Hadis.Jakarta:PT.Mutiara Sumber Widya,.2001.
               Nudhatun-Nadhar halaman 47; Taisir Musthalah Hadits halaman 107; Ulumul-Hadits halaman 91; Al-Ba’itsul-Hatsits halaman 78; dan Tadriibur-Rawi halaman 191.



[1] Al-Tahanawi,Qawa’id fi ‘Ulum al-Hadits,h.44-45;al-Tahhan,Taisir,h.106-107

Tidak ada komentar:

Posting Komentar